Senin, 07 Februari 2011

Jayapura: Ironi di Timur Indonesia

oleh: Achmad Tamrin

Hal pertama yang mungkin anda rasakan ketika mengatakan akan bekerja di Jayapura adalah belas kasihan dan iba dari teman atau saudara yang anda pamiti.

Paling tidak perasaan itulah yang saya tangkap dengan kuat ketika saya mengatakan mendapatkan pekerjaan di Papua setahun yang lalu.

Mungkin rasa iba tersebut muncul dari sangkaan bahwa teman atau saudaranya ini akan di terjunkan di tengah rimba yang jauh dari segala kemudahan hidup. Sangat mungkin juga yang melesat dalam pikiran mereka lebih buruk dari itu, pakaian yang hanya menutup kelamin, honai sbg tempat tidur, malaria, HIV/AIDS atau bahkan kanibalisme.


Pendek kata nasib saya tak lebih baik dari tentara atau polisi yang “dibuangtugaskan” ke pojok Indonesia karena tidak memiliki sanak di kalangan perwira atau uang cukup untuk membeli tempat tugas yang dekat dari rumah asal. Sangkaan-sangkaan yang masih saya benarkan sebelum sampai di kota Jayapura.

Kalaupun sangkaan di atas telah larut sesampai di Jayapura, hingga saat ini pun beberapa ketakutan masih tersisa. Malaria masih menjadi penyakit yang lebih menakutkan dari pagebluk di tanah Jawa. Penyakit ini dibincangkan sama kerapnya dengan kondisi cuaca oleh semua pendatang baik yang sudah menjadi tuan rumah bagi parasit yang disuntikkan nyamuk Anopeles ataupun yang dengan was-was menunggu giliran menjadi korban. HIV/AIDS?! ia adalah bintang antagonis utama di papan-papan iklan kesehatan milik pemerintah. Sedangkan 'Referendum', (O)PM, dan (M)erdeka, adalah kata dan huruf tabu sekelas kata “Komunis” dan “PKI” di tanah Jawa.

Di luar horor-horor itu, Jayapura adalah kota menengah yang mulai meluas mengitari teluk Numbay. Tentu tidak ada orang memakai koteka di jalan-jalan, pula tidak ada honai yang menjadi tempat tinggal penduduk. Rumah-rumah beton minimalis mulai menjulang di bukit-bukit teratas dengan teras menghadap hijau perbukitan bersanding birunya teluk.

Sebuah hunian dengan menyajikan kesempurnaan pemandangan dalam lukisan-lukisan orientalis. Hunian yang ditempati para elit ‘priyayi’ penjabat baik yang pendatang maupun penduduk asli. Bila malam hari tiba, rumah-rumah para priyayi dan hunian-hunian di perkampungan-perkampungan memendar bak lampu natal yang melingkari kegelapan perbukitan Cyclops. Sebuah pemandangan yang luar biasa!

Seperti kota-kota lainnya, Jayapura adalah pasar besar di dataran yang dikelilingi bukit-bukit yang terluka karena kayunya ditebang untuk arang bakar dan batu putihnya diambil menjadi bata bangunan. Di kaki-kaki bukitnya pemukiman kumuh berjejalan dibelakang ruko-ruko yang berbaris memanjang mengikis hamparan perbukitan hijau di sekelilingnya.

Botol dan gelas plastik minuman kemasan teronggok di selokan-selokan dan pantai-pantai dilupakan pabrik pembuatnya. Sialnya, disini plastik-plastik itu tidak bernilai ekonomis karena ongkos angkut ke pusat-pusat industri pengolahan plastik bekas yang masih tinggi sehingga tak ada pemulung yang bersedia mengambilnya.

Tak ubahnya perumahan kumuh Jakarta, kampung-kampung kumuh inilah yang memompa darah ke arteri-arteri kecil perekonomian informal di kota ini. Orang dari berbagai profesi seakan dimampatkan dalam ruangan-ruangan permanen dan semi permanen 3x4 meter yang dijadikan hunian keluarga. Sebelum lelap malam, berbagai ceracau bahasa nusantara bisa terdengar di perkampungan ini; Bugis,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Medan, Padang. Bahasa Papua?! Di pulau yang luasnya lebih dari tiga kali pulau Jawa ini terdapat tak kurang dari 700 bahasa sehingga tidak ada bahasa yang cukup dominan di seantero pulau.

Oleh karena itu tak heran jika di perkampungan yang padat suku di Jayapura penduduk asli Papua yang tinggal disana lebih menggunakan bahasa Indonesia dengan dialek lokal. Meskipun belum menyengat absennya bahasa lokal dalam keseharian mengantar pada ironi-ironi berikutnya di Tanah Papua ini.


Ironi #1: Antara Jay(w)apura

Ironi awal yang mungkin dengan mudah dirasakan adalah di kota yang terletak lebih timur dari Merauke ini lebih mudah mendapati pendatang daripada penduduk asli. Tak heran jika di pulau yang lebih kaya dengan sagu liar hutan,ubi dan talas ini lebih mudah mendapatkan tempat makan yang menyajikan nasi goreng,dan bakso, pecel, rawon, nasi gandul, masakan padang, atau bebakaran ikan lengkap dengan lima macam sambal dari Sulawesi. Sedangkan sagu lebih menjadi menu domestik keluarga asli Papua dan menu tempat makan yang lebih banyak dicari oleh pelancong.

Dari ratusan bangunan ruko yang berjajar memagari dan sebagian menggerus kaki-kaki perbukitan Cyclops sangat sulit menjumpai penduduk asli sebagai pemiliknya. Ketika memasuki ruko-ruko, ruang-ruang perkantoran, dan pusat perbelanjaan modern kita pun akan kesulitan untuk mendapati penduduk asli yang bekerja di sana. Di pinggir jalan lapak-lapak kaki lima pun lebih didominasi pendatang yang mendatangkan ragam dagangan yang sama kita jumpai di kota-kota di Jawa dan Sulawesi.

Jikapun kita menjumpai penduduk asli yang berdagang di pinggir jalan maka barang yang ditawarkannya didominasi oleh sirih pinang yang menyuplai kebiasaan mengunyah pinang penduduk asli di kota yang akan berganti nama Port Numbay ini.

Lain dari itu, sekelumit bidang tanah tanpa atap di samping gerai Gelael dan KFC yang dipenuhi mama-mama asli Papua yang memajang buah dan sayuran hasil kebun yang mereka angkut dari kampung dengan biaya yang kadang tak bisa ditutup dengan uang yang mereka peroleh. Kepada mereka yang berdagang di bawah naungan langit yang selalu murah hujan tropis ini, pemerintah baru akan membuatkan sebuah pasar setelah hampir lima tahun dijanjikan, menjelang pemilihan gubernur.

Sumber/ Selanjutnya Lihat Di :

http://www.jakartabeat.net/humaniora/kanal-humaniora/esai/475-jayapura-ironi-di-timur-indonesia.html
6 Januari 2011

1 komentar:

  1. JUAL FILM DEWASA (VIDEO PORNO ) DALAM BENTUK HARDISK, FLASDISK, DAN MEMORI CARD, KASET DVD.
    Sms/pemesanan;
    SMS : 08224391465
    Pin bb : 2B9B8FE3
    *TIDAK MENERIMA TELEPON !!*
    contak emal. pusptaayuk9@gmal.com
    Website: http://dvdbokep1.blogspot.co.id/ pilih judul film di https://bokepmurah.blogspot.com

    BalasHapus